rozib.com – “Satu, dua, tiga, empat, Sheikh Hasina ialah seorang diktator!”
Kata-kata itu sudah jadi ajakan untuk angkatan muda Bangladesh pada beberapa minggu paling akhir – dan pada Senin (05/08) amarah mereka pada akhirnya akhiri 15 tahun pemerintah Pertama Menteri Sheikh Hasina.
Hasina yang berumur 76 tahun sudah memerintah negara Asia Selatan dengan penduduk 170 juta jiwa itu dengan tangan besi semenjak 2009.
Satu bulan kemarin, gelombang demo menuntut pemunduran dianya ialah hal yang tidak terpikir. Tetapi pada Senin (05/08), Hasina di ujung sundul.
Telah berapa hari semenjak pengadilan tinggi menggagalkan paket tugas yang awalannya memacu protes di awal Juli, tetapi gejolak jadi berlanjut, beralih menjadi pergerakan anti-pemerintah yang menginginkan Hasina jatuh dari kekuasaan.
Nyaris 300 orang diprediksi meninggal dalam gelombang demo selama ini, tetapi pada Minggu minimal 90 orang, termasuk 13 petugas polisi, meninggal – jumlah korban paling banyak yang terjadi sepanjang tindakan protes dalam sejarah Bangladesh belakangan ini.
Kritikus mengatakan sebagai “pembantaian”, walaupun Hasina masih tetap pada keputusannya.
Tetapi, beberapa puluh ribu orang turun ke jalan pada Senin (05/08), banyak dari mereka ke arah ibukota Dhaka, menyalahi jam malam nasional.
Nampaknya masyarakat Bangladesh tak lagi takut pada peluru. Apa yang semula adalah pergerakan politik sekarang jadi perlawanan umum.
Keputusan Hasina untuk larikan diri dipercepat oleh militer, yang memberi penekanan kepadanya untuk undur.
Tentara, yang dulu pernah memerintah Bangladesh di masa silam dan masih disegani, mempunyai dampak yang besar sekali pada politik negara itu.
Kekerasan yang terjadi pada akhir minggu dan prospect hadapi gelombang protes besar akan membuat faksi militer pertimbangkan lagi beberapa pilihan mereka.
Perwira junior sudah sampaikan kekuatiran mereka saat disuruh menembaki masyarakat sipil dalam tatap muka dengan panglima militer, Jenderal Waker-Uz-Zaman, pada Jumat (02/08).
Apa yang hendak terjadi belum juga tahu, tetapi Jenderal Jaman melakukan perbincangan dengan “beragam penopang kebutuhan”, termasuk partai oposisi dan golongan masyarakat sipil untuk cari jalan keluar “sementara”, kata sumber tingkat tinggi yang ketahui permasalahan itu ke BBC.