rozib.comĀ – Komisi Pembasmian Korupsi (KPK) sekarang ada di bawah pimpinan baru.
Komjen Setyo Budiyanto dipilih sebagai Ketua KPK masa 2024-2029, sesudah mendapat 46 suara dari keseluruhan 48 dalam voting Rapat Paripurna Komisi III DPR RI, di Jakarta, Kamis (21/11/2024).
Empat pimpinan yang lain ialah Fitroh Rohcahyanto, Ibnu Basuki Widodo, Johanis Tanak, dan Agus Joko Pramono.
Dalam sesion tes kelayakan dan kepatutan (bugar and proper test), Setyo Budiyanto memberi pandangan vital berkaitan operasi tangkap tangan (OTT).
Menurut dia, OTT tetap dibutuhkan sebagai cara pembasmian korupsi. Tetapi, dia mengutamakan keutamaan selektivitas dan fokus dalam realisasinya untuk menghindar dari kekeliruan prosedural.
Setyo menyebutkan OTT bisa menjadi pintu untuk ungkap kasus korupsi besar.
“Harus selective, fokus, dan dilaksanakan dengan rigid dan bersih tanpa perlakuan yang tidak butuh,” ucapnya.
Sikap Setyo ini berlainan dengan Johanis Tanak, sebagai pembicaraan karena sarannya hentikan OTT.
Saat bugar and proper tes di DPR, Tanak menyebutkan OTT tidak sesuai pemahaman dalam KUHAP. Dia bahkan juga merekomendasikan kedudukan Ketua KPK dihapus dan diganti mekanisme kelompok.
Pengakuan ini mendapatkan sambutan semarak di Komisi III. Tetapi, Tanak mengaku kalah suara dari pimpinan yang lain memberikan dukungan kebersinambungan OTT.
“Sebagian besar sepakat, saya tidak dapat melawan,” tutur Tanak.
Pro-kontra sekitar OTT menarik respon dari beragam faksi. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memperjelas, OTT resmi secara hukum karena ketangkap tangan ditata dalam undang-undang.
Alex menerangkan, walau istilah OTT tidak ada pada KUHAP, praktek tangkap tangan masih tetap menjadi sisi pengusutan sama sesuai proses hukum.
“Mustahil dihapus karena pirantinya telah ada,” sebut Alex.
Juru Berbicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, KPK masih tetap melakukan OTT sepanjang bukti cukup ada.
Dia memberikan contoh OTT yang barusan dilaksanakan di Kalimantan Selatan, memperlihatkan efektifitas sistem ini. Tessa pastikan tidak ada ketentuan larang penerapan OTT oleh KPK.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengomentari pandangan Tanak sebagai cara tidak berdasarkan. Periset ICW, Diky Anandya, memandang pengakuan ini mempunyai potensi menyimpang public.
Menurut dia, OTT selalu didului rencana masak, termasuk penyadapan dan pengintaian.
Tinggal menanti waktu bagaimana KPK di bawah pimpinan Setyo Budiyanto jalankan pendekatan selective, fokus, dan bebas dari dampak negatif kekeliruan.